Saat ini, di banyak bank baik umum atau syariah , yang nilai transaksi jual
umah bekas tidak sebesar transaksi rumah baru karena mungkin pasokan rumah
bekas yang terbatas, tidak sebanyak rumah baru, dan kalah iklan dari rumah baru
yang lebih gencar dilakukan oleh pengembang.
Yang kedua, uping atau rekayasa penilaian jaminan dalam proses kredit KPR lebih mudah dilakukan di rumah bekas, yang berujung pada mark-up nilai jaminan secara tidak wajar. Penilaian jaminan adalah gabungan seni dan ilmu penilaian asset , sesuatu yang unsur subjektif cukup besar, karenanya unsur rekayasa mudah terjadi. Apalagi di negara kita, semuanya serba korupsi, masih ada oknum yang tidak benar baik karyawan Bank atau pihak luar si konsumen itu sendiri . Rumah bekas tidak memiliki harga baku inilah yang menyulitkan memastikan pasaran asli harganta. Beda jika rumah baru, harga rumah sudah standard. Sudah ada price list harga yang dikeluarkan oleh developer yang menjadi patokan bank ketika memberikan kredit. Dan yang sangat penting bank melakukan seleksi terhadap developer baik karakter dan keuangannya, sehingga jika dikemudian hari bank tahu bahwa developer menetapkan harga rumah yang terlalu tinggi dari nilai layak rumah tersebut dengan melakukan spekulasi harga palsu, bank tidak akan bekerjasama dengan developer tersebut. Pengembang jelas khawatir jika sebuah bank memberhentikan kerjasama pembiayaan rumah, sebab artinya nama mereka akan buruk di pasar dan sumber pembiayaan bagi calon pembeli rumah mereka menjadi terbatas juga tentunya akan mengurangi cash flow pengembang.Alasan Inilah yang menyebabkan kredit rumah baru di gemari Bank sebab developer perumahan baru tidak akan mau melanggar citra baiknya di Bank pemberi kreditnya sebab jika ditinggal Bank developer akan kalang kabut untuk itu developer akan mematuhi aturan Bank pemberi kredit pembangunan rumah baru developer.
Akibatnya, ketidaktepatatn penilaian jaminan, bank memberikan nilai kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari nilai pasaran sesungguhnya, dan ketika nasabah menunggak serta jaminan hendak dijual, bank mengalami melelang menjual pada harga yang pantas untuk menutupi kerugian angsuran kredit macet yang rumah bekasnya disita Bank.
Risiko Bank – risiko kredit rumah bekas tersebut tidak cuma isapan jempol atau teori semata. Dapat meningkatkan tingkat NPL yang lebih tinggi di rumah bekas dibandingkan rumah baru. BI tentu saja bisa melihat data data ini bank untuk memastikan fakta tersebut . Dengan adanya bunga kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari rumah baru sudah menjadi alas an kuat bahwa kinerja rumah bekas tidak sebaik rumah baru.
Niat BI mengelola risiko bubble aset properti dengan mengendalikan penjualan rumah baru melalui larangan KPR indent untuk rumah kedua perlu kita acungkan jempol. Ini bagian dari tugas utama BI menjaga stabilisasi sistem keuangan RI. Namun, BI perlu juga perlu waspada, bahwa ada risiko lain yang mengintip, yang juga bisa mengancam kesehatan bank, yaitu peningkatan risiko dari peningkatan kredit pembelian rumah bekas. Jangan sampai ini diabaikan oleh BI.
Ini yang perlu disimpulkan bahwa
jual beli di rumah bekas memiliki profil risiko yang tidak kecil bagi bank. Banyak
risiko kredit dan risiko fraud cukup
tinggi terjadi di transaksi rumah bekas.
Sebab itu saat ini banyak bank memberlakukan syarat syarat kredit rumah yang yang lebih ketat dan bunga yang agak lebih tinggi pembelian rumah bekas dibandingkan pembelian
rumah baru. Bunga adalah analisa premi
risiko. Jadi, kalau bunga lebih tinggi itu mengandung arti tingkat risiko yang lebih besar yang dihadapi
oleh bank selama kredit berlangsung. Dalam
appraisal / analisa harga rumah bekas Bank juga dituntut untuk menetapkan harga
yang sesuai dengan harga pasaran bukan
harga reka
yasa konsumen atau oknum penilai asset Bank, ini dilakukan agar jika konsumen gagal bayar kredit macet
Bank dapat menjual cepat agunan tersebut sesuai dengan harga dan tidak
mengalami kerugian yang banyak karena dapat ditutupi dari hasil jual asset yang
macet tersebut.
Pertama, kemungkinan transaksi fiktif lebih tinggi di jual- beli rumah
bekas karena transaksi lebih melibatkan individual. Di pembelian rumah baru,
transaksi dilakukan dengan developer yang latar belakang dan reputasinya bisa dicek dan punya
status badan hukum yang lebih kuat.
Sementara di jual beli rumah bekas, siapa saja bisa melakukannya dan pengecekan individua juga lebih sulit dilakukan. Oleh karena itu manipulasi transaksi bisa lebih rentan terjadi di rumah bekas ( second ).
Sementara di jual beli rumah bekas, siapa saja bisa melakukannya dan pengecekan individua juga lebih sulit dilakukan. Oleh karena itu manipulasi transaksi bisa lebih rentan terjadi di rumah bekas ( second ).
Yang kedua, uping atau rekayasa penilaian jaminan dalam proses kredit KPR lebih mudah dilakukan di rumah bekas, yang berujung pada mark-up nilai jaminan secara tidak wajar. Penilaian jaminan adalah gabungan seni dan ilmu penilaian asset , sesuatu yang unsur subjektif cukup besar, karenanya unsur rekayasa mudah terjadi. Apalagi di negara kita, semuanya serba korupsi, masih ada oknum yang tidak benar baik karyawan Bank atau pihak luar si konsumen itu sendiri . Rumah bekas tidak memiliki harga baku inilah yang menyulitkan memastikan pasaran asli harganta. Beda jika rumah baru, harga rumah sudah standard. Sudah ada price list harga yang dikeluarkan oleh developer yang menjadi patokan bank ketika memberikan kredit. Dan yang sangat penting bank melakukan seleksi terhadap developer baik karakter dan keuangannya, sehingga jika dikemudian hari bank tahu bahwa developer menetapkan harga rumah yang terlalu tinggi dari nilai layak rumah tersebut dengan melakukan spekulasi harga palsu, bank tidak akan bekerjasama dengan developer tersebut. Pengembang jelas khawatir jika sebuah bank memberhentikan kerjasama pembiayaan rumah, sebab artinya nama mereka akan buruk di pasar dan sumber pembiayaan bagi calon pembeli rumah mereka menjadi terbatas juga tentunya akan mengurangi cash flow pengembang.Alasan Inilah yang menyebabkan kredit rumah baru di gemari Bank sebab developer perumahan baru tidak akan mau melanggar citra baiknya di Bank pemberi kreditnya sebab jika ditinggal Bank developer akan kalang kabut untuk itu developer akan mematuhi aturan Bank pemberi kredit pembangunan rumah baru developer.
Akibatnya, ketidaktepatatn penilaian jaminan, bank memberikan nilai kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari nilai pasaran sesungguhnya, dan ketika nasabah menunggak serta jaminan hendak dijual, bank mengalami melelang menjual pada harga yang pantas untuk menutupi kerugian angsuran kredit macet yang rumah bekasnya disita Bank.
Risiko Bank – risiko kredit rumah bekas tersebut tidak cuma isapan jempol atau teori semata. Dapat meningkatkan tingkat NPL yang lebih tinggi di rumah bekas dibandingkan rumah baru. BI tentu saja bisa melihat data data ini bank untuk memastikan fakta tersebut . Dengan adanya bunga kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari rumah baru sudah menjadi alas an kuat bahwa kinerja rumah bekas tidak sebaik rumah baru.
Niat BI mengelola risiko bubble aset properti dengan mengendalikan penjualan rumah baru melalui larangan KPR indent untuk rumah kedua perlu kita acungkan jempol. Ini bagian dari tugas utama BI menjaga stabilisasi sistem keuangan RI. Namun, BI perlu juga perlu waspada, bahwa ada risiko lain yang mengintip, yang juga bisa mengancam kesehatan bank, yaitu peningkatan risiko dari peningkatan kredit pembelian rumah bekas. Jangan sampai ini diabaikan oleh BI.
Tag :
KPR
0 Komentar untuk "Mengapa Bunga KPR Rumah bekas Lebih Tinggi? "