Ancaman dari pemberian kredit KPR Bank ke pengembang dapat menimbulkan masalah kedepan terutama buble property ( harga tinggi akibat ulah spekulan ). Otoritas keuangan menysiasati kondisi ini dengan program keuangan yang jitu. Dengan cara mengerem pembiayaan KPR agar tidak lagi jor joran memberikan kredit kesemua pengembang.
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa mengatakan rasa was- was akan ancaman economic bubble ( kolaps
property ) yang kemungkinan besar bisa dipicu
oleh karut marut di sektor properti. Kekhawatiran itu dirasa sangat wajar
mengingat industri yang menjadi salah satu lokomotif perekonomian ini rentan
menimbulkan gejolak inflasi harga.
Tentu masih ingat, runtuhnya bisnis properti di Negeri Paman Sam yang bermuara pada krisis ekonomi global pada tahun 2008 kemarin anjlok, bangkrut tak berdaya. Gaya pemborosan orang amreika serba hedonisme kalangan orang kaya dalam membeli dengan memborong besar besaran produk properti berharga setinggi langit kemudian anjlok kelevel mengenaskan, itu menjadi memacu anjloknya inflasi. Anggapan masyarakat kelas atas yang gemar membeli rumah dengan harga melampaui batas harga yang wajar, menjadi salah satu biang kerok masalah utama penggelembungan inflasi. "Kebiasaan itu lebih karena adanya keinginan mengejar prestise lebih tinggi," kata Menpera dalam berita , baru-baru ini.
Pencegahan BI untuk mengamankan sektor moneter,
terutama dari sisi perbankan penyalur kredit ke sektor properti itu diamini Para pelaku perbankan. Karena ,aktivitas sektor properti yang berpotensi menggerus
perekonomian nasional cukup tinggi rawan krisis buble. Kekwatiran
yang sama juga dilontarkan oleh Vice President Consumer Credit Division PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Joice Farida Rosandi. “BI memiliki kewenangan
untuk mem-push perbankan. Secara halus, institusi moneter sudah melakukan
pengamanan agar perbankan tidak keluar dari koridor aturan yang berlaku,” ujarnya
“Dampaknya itu pasti ada. Akan tetapi berdasarkan pengalaman, selama suku bunga pinjaman masih di bawah rentang 10 persen, market masih stabil sehingga masih dapat diserap pasar,” cetus Joice.
Berdasarkan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) KPR yang dihitung secara per tahun, BCA adalah bank dengan patokan tingkat bunga terendah yakni 9,5 persen. Sedangkan untuk bunga KPR tertinggi dipegang oleh Bukopin yakni sebesar 13,85 persen. Data SBDK itu dirilis Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, tertanggal 23 Februari 2011 kemarin.
Lantas, sejauh mana imbas kenaikan suku bunga acuan terhadap tingkat bunga pinjaman di segmen KPR?
Suku bunga KPR hunian bersubsidi bank pendukung program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu saat ini mencapai 8-9 persen, sedangkan suku bunga KPR komersial di BTN di rentang 10,5 hingga 12,5 persen.
Bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga memastikan belum adanya rencana kenaikan suku bunga KPR BNI Griya di tahun ini.
Sejarah dari Krisis Ekonomi 1997
Vice President Consumer Credit Division PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Joice Farida Rosandi mengungkapkan, tingkat bunga KPR paling ideal adalah di rentang single digit. Namun, tingkat bunga itu tidak boleh lebih rendah dari nominal tujuh persen.
Ketika itu, para developer dengan sangat bernafsu menaikkan persediaan dengan membebaskan lahan kosong dalam jumlah luar biasa besar.
Tentu masih ingat, runtuhnya bisnis properti di Negeri Paman Sam yang bermuara pada krisis ekonomi global pada tahun 2008 kemarin anjlok, bangkrut tak berdaya. Gaya pemborosan orang amreika serba hedonisme kalangan orang kaya dalam membeli dengan memborong besar besaran produk properti berharga setinggi langit kemudian anjlok kelevel mengenaskan, itu menjadi memacu anjloknya inflasi. Anggapan masyarakat kelas atas yang gemar membeli rumah dengan harga melampaui batas harga yang wajar, menjadi salah satu biang kerok masalah utama penggelembungan inflasi. "Kebiasaan itu lebih karena adanya keinginan mengejar prestise lebih tinggi," kata Menpera dalam berita , baru-baru ini.
Memang kekhawatiran serupa juga ikut dirasakan oleh lembaga otoritas moneter, Bank
Indonesia (BI). Tidak ingin kecolongan dalam menghadapi kondisi yang bisa
berbuntut merugikan iklim ekonomi nasional ini, BI pun mengimbau diterapkannya
mekanisme kontrol dari pemerintah supaya pelaku industri tidak jor-joran
mengatrol harga produk propertinya diluar batas normal. "Beberapa waktu
lalu kami diminta Bank Indonesia supaya pengembang menahan harga jual produk propertinya bagi kalangan
menengah ke atas agar tidak terlampau sangat tinggi," kata Suha
Tingginya margin di
segmen KPR bagi perbankan memang sangat menggiurkan. Hal itu didukung data BI
yang menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit di sektor properti sepanjang tahun
ini dipastikan akan semakin mengkilat. Segmentasi KPR dipastikan akan
mendominasi dari keseluruhan pendistribusian kredit perbankan di sektor
properti saat ini.
Namun demikian , naiknya tingkat bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6,75
persen per 4 Februari 2011 kemarin menimbulkan sedikit guncangan terhadap
performa KPR. Pasalnya, kenaikan BI Rate itu tentu telah memacu tingkat bunga
pinjaman secara umum, tak terkecuali suku bunga KPR sejumlah perbankansituasi
inipun berpengaruh terhadap pemasaran produk industry KPR Bank.
“Dampaknya itu pasti ada. Akan tetapi berdasarkan pengalaman, selama suku bunga pinjaman masih di bawah rentang 10 persen, market masih stabil sehingga masih dapat diserap pasar,” cetus Joice.
Berdasarkan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) KPR yang dihitung secara per tahun, BCA adalah bank dengan patokan tingkat bunga terendah yakni 9,5 persen. Sedangkan untuk bunga KPR tertinggi dipegang oleh Bukopin yakni sebesar 13,85 persen. Data SBDK itu dirilis Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, tertanggal 23 Februari 2011 kemarin.
Lantas, sejauh mana imbas kenaikan suku bunga acuan terhadap tingkat bunga pinjaman di segmen KPR?
Beberapa bank serta merta menaikkan tingkat
bunga KPR-nya. Tapi, tak sedikit pula yang seolah malu-malu kucing untuk tidak secara otomatis menaikkan tingkat bunganya. Sebut
saja, bank penyalur kredit perumahan terbesar yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BTN) yang memastikan tidak ada keinginan untuk menaikkan tingkat bunga KPR saat ini.
“Kami tidak ingin bersikap reaktif untuk menaikkan bunga kredit. Sebab, tak semudah itu menaikkan bunga kredit karena harus melalui kajian dan berbagai pertimbangan dengan memperhatikan banyak aspek. Namun, saya belum yakin kalau bunga kredit akan l naik,” cetus Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro.
“Kami tidak ingin bersikap reaktif untuk menaikkan bunga kredit. Sebab, tak semudah itu menaikkan bunga kredit karena harus melalui kajian dan berbagai pertimbangan dengan memperhatikan banyak aspek. Namun, saya belum yakin kalau bunga kredit akan l naik,” cetus Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro.
Pada saat ini, suku bunga KPR hunian bersubsidi dari bank pendukung utama program rumah
murah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah itu masih di kisaran 8
hingga 9 persen.
Suku bunga KPR hunian bersubsidi bank pendukung program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu saat ini mencapai 8-9 persen, sedangkan suku bunga KPR komersial di BTN di rentang 10,5 hingga 12,5 persen.
Begitu juga BRI kini mematok kenaikan tingkat
bunga KPR dari 8,8 persen menjadi 9,5 persen. “Kenaikan suku bunga KPR
korporasi seiring sejalan dengan laju kenaikan BI Rate,” kilah Joice.
Bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga memastikan belum adanya rencana kenaikan suku bunga KPR BNI Griya di tahun ini.
Telah diungkapkan Direktur Utama BNI, Gatot M Suwondo yang menyebutkan, suku bunga KPR BNI
masih nyaman di kisaran 8,75 persen (fixed) untuk satu tahun, dan bunga
sembilan persen (fixed) untuk rentang waktu dua tahun. “Jika ada nasabah yang
merasa suku bunga KPR-nya naik hingga dua digit, itu mungkin karena nasabah
tersebut mengikuti program satu atau dua tahun pertama diberikan fixed rate.
Selanjutnya tentu dikenai floating rate yang disesuaikan dengan bunga pasar
yang berlaku,” ujarnya.
Lain lagi dengan PT
Bank Mandiri Tbk yang mengaku belum mengetahui adanya aksi menaikkan suku bunga
KPR dari sejumlah bank. Ini didukung data per 31 Maret 2011
bahwa bank itu masih menerapkan suku bunga KPR sebesar 11,75 %.
Direktur Utama Bank
Mandiri, Zulkifli Zaini berkilah, fluktuasi tingkat bunga tergantung dari pada turun naik tingkat bunga dana pihak ketiga
(DPK). “Jika DPK yang berbentuk deposito, tabungan, atau giro belum mengalami
kenaikan, menurut saya tidak pas jika kita menaikkan tingkat bunga kredit,”
tandasnya.
Zulkifli mengatakan , apabila laju
inflasi bisa terjaga pada level tertentu maka dengan sendirinya tingkat bunga
deposito serta tabungan tidak akan naik. Sebagai efek domino dari terjaganya
tingkat bunga deposito itu, tentunya tingkat bunga kredit perbankan juga tetap
nyaman.
“Analisa kami sederhana saja. Jika inflasi naik maka
suku bunga pasti akan dinaikkan. Ujungnya, tingkat bunga KPR juga bisa
dipastikan pasti ikut naik,” cetusnya.
Sejarah dari Krisis Ekonomi 1997
Vice President Consumer Credit Division PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Joice Farida Rosandi mengungkapkan, tingkat bunga KPR paling ideal adalah di rentang single digit. Namun, tingkat bunga itu tidak boleh lebih rendah dari nominal tujuh persen.
Sebab, dengan
tingkat bunga serendah itu dikhawatirkan dapat memicu keengganan pemilik modal
untuk menyimpan dana di bank. Hal itu tentu akan menimbulkan eksodus
besar-besaran dana yang tersimpan di bank untuk dilarikan ke investasi di
sektor riil. Situasi ini pernah terjadi ketika krisis ekonomi di era 1997
silam.
“Saya masih ingat
betul, ketika awal krisis moneter pada tahun 1997 silam tingkat bunga KPR saat
itu di level tujuh persen,” jelasnya. Joice mengisahkan, ditengah kondisi karut
marut institusi perbankan saat itu, makin diperparah oleh tingginya tingkat
kepercayaan praktisi industri properti. Hal itu terutama dipicu oleh aksi
borong besar-besaran lahan kosong oleh para developer.
“Saat itu sektor
properti sedang dalam performa terbaiknya sehingga memaksa developer untuk
ngotot menggenjot sisi produksi. Lonjakan luar biasa dari sisi permintaan,
langsung dijawab oleh developer dengan menaikkan sisi suplai yang semakin tidak
terkontrol dengan baik,” urainya.
Ketika itu, para developer dengan sangat bernafsu menaikkan persediaan dengan membebaskan lahan kosong dalam jumlah luar biasa besar.
Belakangan, BI
menerbitkan aturan yang melarang perbankan untuk mendanai pembebasan lahan di
atas 5.000 hektare karena itu diyakini hanya akan menjadi permainan
cukong-cukong tanah belaka. Situasi makin parah karena developer tetap ngotot
untuk menguasai lahan dengan pertimbangan harga tanah yang relatif murah.
Developer yang rakus
akan lahan itu kemudian secara membabi buta memanfaatkan semua sumber
finansialnya untuk mendanai aksi korporasi dalam pembebasan lahan tersebut.
“Bahkan uang calon konsumen yang seharusnya dipergunakan untuk membangun proyek
properti akhirnya ikut terpakai demi membeli lahan. Akibatnya, tentu saja
banyak proyek properti menjadi mangkrak,”ujar Joice.
Guna menghindari di
sektor properti itu, imbuh Joice, kalangan perbankan diimbau untuk tidak
gampang tergiur dengan gimmick menyesatkan yang coba ditawarkan pelaku industri
properti dengan berkedok kerjasama kemitraan dalam payung pemasaran produk
properti. Bankir diminta untuk lebih berhati-hati serta memilah developer yang
memang sudah teruji dan memiliki rekam jejak yang baik dalam mengelola
aktivitas bisnisnya.
“Developer juga diharapkan tidak mengiming-imingi bankir untuk menabrak aturan main yang sudah ditetapkan,”ujarnya.
“Developer juga diharapkan tidak mengiming-imingi bankir untuk menabrak aturan main yang sudah ditetapkan,”ujarnya.
Jika perbankan maupun kalangan developer
bersedia bermain dalam koridor aturan yang sesuai , tentunya itu akan menjamin ketahanan suasana usaha di sektor properti. Di titik
akhir, konsumen properti pun akan ikut terlindungi.
Tag :
KPR
0 Komentar untuk "KPR Dapat Menimbulkan Buble Property "